Usulan Gubernur Ditunjuk Presiden Menuai Kritik: DPR Sebut Berpotensi Langgar Konstitusi

PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Wacana penunjukan gubernur langsung oleh presiden yang dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, menuai respons keras dari kalangan parlemen. Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menilai usulan tersebut berpotensi melanggar konstitusi, khususnya Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.

“Ide tersebut berpotensi mengangkangi konstitusi. Penunjukan gubernur oleh presiden tanpa keterlibatan DPRD bisa dikategorikan inkonstitusional,” tegas Rifqi melalui keterangan tertulis yang dikutip Minggu (27/7/2025).

Konstitusi Tak Spesifik Soal Pemilihan Langsung

Meski mengkritisi usulan tersebut, Rifqi politikus Partai NasDem mengakui adanya celah interpretasi konstitusi. Pasal 18 Ayat (4) memang hanya menyebutkan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, tanpa menyebut mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat.

“Ada dua pendekatan yang sah secara konstitusi. Pertama adalah direct democracy, sebagaimana yang berlaku saat ini lewat UU No. 10 Tahun 2016. Kedua, indirect democracy, yaitu pemilihan oleh DPRD,” jelasnya.

Sebagai alternatif kompromi, Rifqi menyarankan agar presiden dapat mengusulkan satu hingga tiga nama calon gubernur kepada DPRD provinsi untuk dipilih melalui rapat paripurna. Bila hanya satu nama yang diusulkan, maka DPRD cukup melakukan persetujuan sebagai bentuk checks and balances.

“DPRD adalah representasi rakyat daerah yang dipilih langsung lewat pemilu. Selama keputusan tetap diambil oleh DPRD, prinsip demokrasi dalam konstitusi tetap terjaga,” ujar Rifqi.

Usulan Cak Imin: Demi Efisiensi Tata Kelola Daerah

Sebelumnya, dalam pidato politiknya di peringatan Harlah ke-27 PKB di Jakarta Convention Center (Rabu, 23/7/2025), Cak Imin menyampaikan usulan agar kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan ditunjuk oleh pemerintah pusat atau maksimal dipilih oleh DPRD.

“Proses pilkada itu panjang, mulai dari penentuan calon hingga penetapan oleh KPU. Ini menyulitkan konsolidasi pemerintahan daerah,” ungkapnya.

Cak Imin menyadari bahwa usulannya kontroversial dan menuai banyak penolakan dari berbagai kalangan. Namun ia berkeras bahwa sistem penunjukan kepala daerah bisa menghadirkan efisiensi dan percepatan pembangunan, tanpa “berliku-liku” melalui tahapan demokrasi yang panjang.

“Ini usulan yang menantang. Tapi PKB bertekad, tujuannya adalah efektivitas dan ketertiban administrasi di daerah,” tegasnya.

Debat Demokrasi: Efisiensi vs Kedaulatan Rakyat

Pernyataan Cak Imin memicu perdebatan hangat di ruang publik. Sebagian pihak mendukung demi efisiensi tata kelola, namun tak sedikit yang menilai hal itu sebagai kemunduran demokrasi, terutama di tengah upaya penguatan otonomi daerah pascareformasi.

Pengamat politik dan tata negara menilai, perubahan sistem pemilihan kepala daerah harus melalui amandemen konstitusi, bukan sekadar perubahan undang-undang biasa. Tanpa itu, usulan penunjukan gubernur oleh presiden dianggap bertentangan dengan semangat demokrasi dan desentralisasi.

🗳 Fakta Penting Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945:

“Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top