Densus 88 dan Eks Napiter Gelar Sosialisasi Pencegahan Radikalisme di Aranio

PUBLIKAINDONESIA, MARTAPURA – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri bersama eks narapidana terorisme (napiter) menggelar sosialisasi pencegahan intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Kamis (20/2/2025).

Kegiatan ini berlangsung dalam forum koordinasi pimpinan kecamatan (Forkopimcam) dengan melibatkan unsur pemerintahan, tokoh agama, serta masyarakat setempat.

Bertempat di Aula Kantor Kecamatan Aranio, acara ini dipimpin oleh Kepala Tim Pencegahan Satuan Tugas Wilayah (Satgawil) Kalimantan Selatan Densus 88 AT Polri, Ipda Alam.

Sosialisasi ini turut menghadirkan Takhlis Auzan, seorang eks napiter yang pernah terlibat dalam penyerangan Polsek Daha pada 2022 dan kini menjadi Duta Deradikalisasi Densus 88 AT Polri.

Ipda Alam menjelaskan bahwa sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai bahaya paham radikalisme dan terorisme serta dampaknya terhadap kehidupan sosial dan keamanan negara.

“Selain itu, kegiatan ini juga menanamkan nilai-nilai kebangsaan serta mendorong semangat nasionalisme, toleransi, dan keberagaman,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi, Kepala Desa Apuai, M. Rofiq, menyatakan bahwa situasi di desanya saat ini aman dan jauh dari pengaruh paham radikal. Ia pun mengapresiasi peran eks napiter dalam berbagi pengalaman sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat.

Ketika ditanya mengenai tanda-tanda seseorang yang mulai terpapar paham radikal, Ipda Alam menjelaskan bahwa individu yang mengalami perubahan drastis dalam sikap dan perilaku patut diwaspadai.

“Mereka cenderung menjadi lebih tertutup, agresif, serta terpengaruh propaganda kelompok ekstrem melalui media sosial. Selain itu, mereka juga menjauh dari keluarga atau komunitas dan lebih banyak berinteraksi dengan kelompok tertutup yang memiliki pandangan ekstrem,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banua Riam, Jamani, menyoroti faktor utama yang menyebabkan seseorang terjerumus dalam jaringan terorisme.

Menurutnya, kekecewaan terhadap pemerintah dan salah menafsirkan ajaran agama sering kali menjadi pemicu utama.

“Para pelaku teroris kerap menggunakan dalil agama tertentu untuk mengkafirkan pemerintahan yang dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Dari sinilah tumbuh semangat untuk melakukan aksi teror,” ujar Jamani.

Melalui sosialisasi ini, Densus 88 AT Polri bersama berbagai pihak di Kecamatan Aranio berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyebaran paham radikal.

Dengan adanya sinergi antara aparat keamanan, pemerintah, serta tokoh masyarakat, diharapkan lingkungan yang damai dan harmonis dapat terus terjaga.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top